Kemarin sore, ketika saya mulai menulis kembali, konsentrasi saya terpecah karena Zikra dan Rayyan. Tiba-tiba saja mereka membuat cerita mereka sendiri dan saya tidak bisa menahan senyum karena duet Rayyan dan Zikra itu. Saya ingin menimpali, tetapi saya memutuskan untuk menikmati saja.
Di bawah sendunya sinar matahari sore, ketika semangat itu datang kembali, ketika dua orang tersayang saya kembali lagi pada saya, dengan Bye Bye Pride nya Sarah Blasko mengalun menyatu dengan semilir angin, saya menaruh pena saya dengan buku tulis yang dibiarkan terbuka. Menatap lekat kepada Rayyan dan Zikra. Menyimak perbincangan mereka.
Rayyan dan Zikra duduk berdampingan. Kedua mata teduh Rayyan yang berwarna hitam kelam menatap Zikra yang anak-anak rambut hitam sebahunya dimainkan semilir angin sore yang tenang. Wajah lembut Zikra yang manis dihiasi senyuman spontan.
Rayyan : kenapa tiba-tiba tersenyum?
Zikra : *menatap sekilas kepada Rayyan yang ikut tersenyum* inget sama seseorang aja. Perempuan. . Dia menjadikan saya "tempat sampah" juga. Kisahnya gak mirip sama kamu, tapi seperti puzzle, kalau kisah kamu dan dia disatukan, akan beneran menjadi suatu kesatuan alur cerita.
Rayyan : Dasar penulis! *Rayyan tertawa renyah sambil mengacak-acak lembut rambut Zikra. Zikra merengut dan menepis tangan Rayyan*
Zikra : Rayyan! Ih! *Zikra merapikan kembali rambutnya dengan jari-jemarinya*
Rayyan : Kamu tuh gak berubah, Ra. Imajinasi kamu yang manis itu membuat cara pandang kamu terhadap suatu masalah menjadi unik. Aku suka itu. Suka banget.
Zikra : *wajahnya bersemu merah* jadi itu yang membuat kamu nyaman cerita sama saya?
Rayyan : Eh, ge-er banget. Aku kan gak bilang begitu.
Zikra : Lho, kamu sendiri tadi yang bilang kalau aku punya cara pandang yang manis sehingga aku memandang sesutu dengan cara yang unik. Jadi, aku punya asumsi sendiri atas pernyataan kamu itu. Cara pandangku sendiri.
Rayyan : Yaah... kalah lagi deh, aku...
Rayyan menatap Zikra. Intens. Dan tersenyum hangat padanya. Zikra membalas tatapan dan senyuman hangat laki-laki itu.
Zikra : Sudah berkurang...
Rayyan : Apa?
Zikra : Mendung di mata kamu. Sudah berkurang. Masih ada, tapi gak setebal dulu"
Rayyan menunduk dan tersenyum kecil.
Rayyan : Karena kamu.
Zikra : Bukan. Karena kamu sendiri, Ray. Kemauan itu ada sehingga semuanya bisa menjadi lebih baik.
Rayyan melepas pandangannya ke langit sore yang indah. Awan tipis berarak. Semburat jingga yang indah dan birunya langit membuat Rayyan semakin percaya bahwa perbedaan itu indah dan banyak keindahan yang merupakan harmonisasi dari hal-hal yang kontras.
Rayyan : Aku sayang kamu.
Zikra : Aku juga.
Rayyan : Jangan tinggalin aku.
Zikra : Tapi aku gak bisa selalu ada di dekat kamu.
Rayyan : Aku tahu. Tapi kalau waktu itu tiba... *Rayyan menghela nafas berat* saat ketika kamu harus benar-benar pergi...
Zikra : Ketika saat itu tiba, saat mu juga akan tiba. Dia... aku memang bukan peramal, tapi merasa dia akan datang untukmu... Dia akan menyadari semuanya. Apapun yang akan terjadi nanti, semuanya pasti lebih baik, amin...
Rayyan : Gak tau, deh...
Zikra meninju pelan bahu Rayyan.
Zikra : Hey, kok gitu, sih?
Rayyan : Amin...
Zikra : Kamu harus yakin.
Rayyan : Apa yang spesial buat aku sore ini?
Zikra : Oh iya! Ada Chici Manis, mau?
Rayyan : Macchiato???
Zikra : Macchiato. Racikanku sendiri.
Rayyan : Wah.. macchiato paling enak versi ku masih kopi buatan kak Marini. Kalau teh memang kamu, kalau macchiato.. sorry, you still can't defeat her, my Lady..
Zikra : Itu dulu... sekarang biarkan si Chici Manis membuktikannya. Simpan dulu kata-katamu itu...
Mereka berdua saling menatap. Yang satu menantang. Yang satu meragu.
Zikra : Gimana?
Rayyan : Mungkin...
Zikra : Bener-bener deh, nih orang...
Rayyan menggenggam jemari Zikra sambil menatap langit dan terseyum senang.
ditaro mana stylus gueee??? huhu.. ntar gue kasi pedang starwars deh.. atau pizza? ntar gue kirim ke Hjs... tulisannya doang tapi...
jelek lu, Donkz
http://ceritatea.blogspot.com