Sunday, December 19, 2010

Good Tea Brings a Good Life

I'm back..
for good..

Ya, saya kembali untuk sesuatu yang lebih lebih lebih baik :) I have dreams. Including the dreams that I really want to reach since I was a little girl. I believe this is the best way to purse those :)

Bekerja dan memiliki quality time denga keluarga setiap hari. Bekerja dengan secangkir teh hangat menemani. Bekerja dengan diiringi musik-musik jazz favorit saya (Olivia Ong never fails me ;) ) non-stop!

Well, I'm proudly saying that I am now a work-from-home mom :)


Photobucket

Sunday, October 31, 2010

Kebahagiaan Adalah...

Kebahagiaan adalah...
ketika mendapatiku bersamamu
terbaring melamun dengan mata terpicing ke angkasa
merajut benang-benang tak kasat mata
membuat ada yang dulunya semu
 
Kebahagiaan adalah...
mimpi yang harus dibuat menjadi nyata, katamu
sambil kedua mata teduhmu menatap gemintang genit tanpa jemu
...
aku terdiam
keheningan yang nyaman

Kebahagiaan adalah...
 
lalu aku memelukmu
tanpa berkatapun kau sudah tahu


Sunday, August 22, 2010

Berkawan Hujan

Malas sudah ku berdebat dengan hari
menunggu esok yang sedari awal kunanti
Tidur saja! kata hati berkata,
supaya esok cepat menghampiri

Tapi tak bisa ku terperpejam
Hujan, oh hujan
kurindu iramu mu
membawaku jauh terlelap dalam mimpi yang diam

Hal yang Tak Penting

Chiripa termangu. Merasa kantuk menyerangnya tiba-tiba sama seperti rasa cemburu dan penasaran yang bergugus di benaknya akhir-akhir ini terhadap laki-laki yang berada di hadapannya. Sahabatnya. Yang dulu kekasihnya. Zelig. Lelaki berprofil Marroko yang tengah sibuk berkutau dengan pena dan agendanya. 

"Kali ini apa lagi?" Chiripa alias Raissa (Chiripa adalah nama kesayangan yang ditujukan oleh Zelig kepadanya) akhirnya menubruk keheningan yang tak nyaman. 

Sontak Zelig mengangkat kepalanya. Mengalihkan tatapan seriusnya yang sedari tadi bermesraan dengan sesuatu yang tengah ia tulis di agendanya. Sesaat tatapan mata hitam pekat Zelig beradu dengan tatapan mata kecoklatan Chiripa, sebelum akhirnya Chiripa melempar pandang ke luar jendela. Lebih tertarik dengan tik tik hujan di luar sana.

Zelig tersenyum. Senyum yang selama ini selalu menghangatkan Chiripa.

"Apa ya... sesuatu yang tidak penting, koq..."

"Jadi, kamu nelfon aku, ngajak aku ke sini hanya untuk melihat kamu menulis?" Chiripa menahan emosinya yang hampir meluap. Emosi yang telah setengah jam lalu mengetuk-ngetuk batas kesabarannya.

Zelig tersenyum lagi. Tapi kali ini membuat Chiripa jenuh.

"Tolong aku..." nada suaranya penuh permohonan. Permohonan yang tulus. Impuls, jemari Zelig merengkuh jemari Chiripa. Tapi kali ini tidak ada getaran itu.

"Eh..." Chiripa tak tahu harus berkata apa karena terlalu terkejut dengan perubahan ekspresi Zelig.

"Sejak pertama kita bertemu lagi, aku sudah ingin mengatakannya, Raissa, tapi aku.. entah lah.. buakannya takut, hanya khawatri tidak tepat... Tapi bukan aku yang meminta rasa ini datang padanya. Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk benar-benar mengakuinya padamu. Sejujurnya"

"Apa ini?" 

"Diamku sedari tadi adalah gundah"

"Zelig..."

"Apa kamu ingin tahu apa yang sedari tadi kutulis di agendaku itu?"

Chiripa terdiam. Menatap mata Zelig lekat. Mata laki-laki yang dulu selalu menatapnya penuh kehangatan.

"Apapun yang kamu tulis tadi aku tak mau tahu. Yang aku mau tahu adalah ada apa sebenarnya ini?"

"Agitha.."

"What?!" Raissa sedikit terlonjak ketika nama adiknya terlontar mulus dari bibir Zelig. "Ada apa dengan Agitha?"

"Kami saling jatuh cinta" tegas Zelig mengatakannya. Dengan sorot mata lembut. Sorot mata orang jatuh cinta.

Apakah sorot mata Zelig dulu seperti itu juga ketika ia menyebut namaku?

Segera Raissa menendang pertanyaan itu kuat-kuat. "Agitha tidak pernah cerita" ya, bagaimana Agitha itu bisa cerita kepadaku kalau kenyataannya selama ini hubunganku dengannya memang tidak terlalu dekat. Raissa tiba-tiba merasa konyol dengan pertanyaannya sendiri.

"Semuanya bermula di Surrey.. sekitar enam bulan yang lalu. Waktu itu aku berlibur. Tak tahu kalau adimu itu kuliah di sana. Seingatku dia di Leeds"

Sedikit gundah berkubang di hati Raissa. Tapi tak ada cemburu. Yah, kalau boleh jujur ada. Sedikit. Kenapa Agitha? Walaupun sudah lama berlalu tapi rasa sakit yang Zelig tinggalkan sebagai kenang-kenangan untuk Raissa masih terasa sampai sekarang.

Hening berkuasa sejenak.

"Jadi maksudnya kau ingin meminta restuku?"

"Ya, salah satunya.." nada suara Zelig mengambang.

"Salah satunya?" Raissa menekankan kembali.

"Bantu aku"

"Bukannya kamu bilang kalian saling mencinta?"

"Ya, tapi ada rasa tak sudi di Agitha.. tak sudi karena aku pernah menjalani hari-hari bersamamu.. dan mencampakanmu"

Raissa terdiam dengan sorot mata ganjil.

"Agitha yang bilang begitu. Menurutnya aku mencampakanmu" Santai, Zelig menyeruput lembut teh hijaunya.

Raissa bangkit. Dengan nada tenang tapi menusuk dia berkata "Dan memang benar apa yang dikatakan Agitha. Apapaun alasannya wakut itu, kamu memang mencampakanku. Mempermalukanku. Kalau aku jadi Agitha aku gak akan menjatuhkan pilihanku padamu. Dan aku yakin Agitha akan seperti itu"